Monday, November 16, 2009

NSAIDs, Aspirin dan Acethaminophen sebagai Analgetik pada Anak

NSAIDs, Aspirin dan Acethaminophen sebagai Analgetik pada Anak
Deddy Eka FL

Pemberian analgetik harus diperhitungkan ada pasien neonatus, infant dan anak. Pada neonatus dan infant terdapat perbedaan kompartement tubuh, sistem enzim hati dan protein plasma binding yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan anak-anak.

Hal ini mengakibatkan perbedaan bioavailability farmakodinamik dan farmakokinetik.
Keadaan ini dengan sendirinya menciptakan teknik pemberian obat yang berbeda antara infant dan anak-anak. Perbedaan fungsi hati yang mencolok, dimana pada anak-anak diciptakan oleh adanya suatu penambahan massa pada sel hati, membuat obat yang masuk di dalam tubuh dimetabolisme lebih cepat dibandingkan dengan infant. Hingga pengurangan interval pemberian dosis batas normal diperlukan pada anak-anak, terutama pada umur 2 sampai dengan 6 tahun.

Pemberian NSAIDs, Aspirin dan Acethaminophen pada anak
Pemberian aspirin sudah menurun sejak diketahui adanya sindroma reye. Tetapi aspirin masih digunakan pada kasus rematologi dan pencegahan agregasi trombosit. Pada beberapa penelitian, efek analgetik aspirin sebanding dengan ibuprofen, dimana ibuprofen memiliki tingkat keamanan yang lebih baik.

Acetaminopen sudah sangat popular digunakan akhir dekade ini. Dosis yang aman digunakan untuk anak adalah 10-15 mg/kgbb/4 jam untuk anak. Pada pemberian dosis tunggal secara rectal, 35-45 mg/kgbb memberikan efek terapi. Pemberian dosis terbagi paracetamol secara rectal, menggunakan dosis yg lebih kecil (20 mg/kgbb) dimana jangka waktu pemberian dapat dilakukan dalam 6 atau 8 jam berikutnya. Pemberian dosis rectal pada preterm neonatus yang aman adalah 20 mg/kgbb.

NSAIDs memiliki distribusi yang lebih baik pada anak, dibandingkan dengan dewasa. Efek samping gastrointestinal dan gagal ginjal pada pemberian jangka pendek, sangat jarang ditemukan pada anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada efek analgetic NSAIDs dan acetaminophen, sedangkan beberapa penelitian yang lain menunjukkan keuntungan pemberian NSAIDs dibandingkan dengan acetaminophen. Pemberian NSAIDs lebih menguntungkan untuk mengharapkan efek analgesic post operasi, tetapi efek pendarahan ( paling banyak post tonsilectomi pada anak ) juga harus dipertimbangkan. Ibuprofen terbukti lebih efektif dibanding acetaminophen untuk kasus migraine pada anak.

Pemberian selecktif cox 2 inhibitor belum banyak diteliti pada anak-anak.



Tulisan ini diambil dari :
Berde CB, Sethna NF. Analgesics for the treatment of pain in children. The New England Journal of Medicine. 2002. 374 (14) : 1094-1101.

Thursday, November 12, 2009

Maraknya kasus Malpraktek dokter akhir-akhir ini memang banyak menjadi sorotan. Dokter sebagai aktor utama dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, ternyata masih memiliki kekurangan dalam melaksanakan tugasnya. Kekurangan tersebut terkadang menciptakan suatu kelalaian, sehingga menimbulkan kasus malpraktek.

Malpraktek adalah suatu keadaan dimana tatalaksana suatu kasus penyakit tidak dilaksanakan sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan. Menurut saya, ada dua faktor penting yang dapat menciptakan malpraktek dalam dunia medis. Faktor yang pertama adalah Sumber Daya Manusia, dan faktor yang kedua adalah Eksistensi Universitas dalam menciptakan dokter yang berkualitas.

Faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang sangat besar dalam terjadinya kasus malpraktek. Kompetensi, adalah sesuatu yang perlu disorot dan diperhatikan dalam mencegah terjadinya kasus malpraktek . Dengan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, tentunya kompetensi akan meningkat dengan sendirinya. Atas dasar alasan tersebut, diperlukan suatu standar kompetensi berkala yang akan menilai dokter tersebut masih layak berpraktek atau tidak.

Universitas berfungsi sebagai wadah pencetak dokter-dokter yang berkualitas. Kompetensi Universitas, tentu sangat tergantung dari elemen di dalamnya, seperti kualitas pengajar, standar pembelajaran sampai pada fasilitas yang dapat diberikan oleh Universitas tersebut. Standarisasi Universitas tentunya harus dilakukan secara objektif dan berkala, sehingga dapat menciptakan kulitas nomor satu untuk wadah ini.

Dokter adalah profesi yang penuh dengan amanah, karena pasien yang datang kepada kita, tentu berharap untuk sembuh, sehingga membawa profesi ini ke status sosial yang sangat tinggi di masyarakat, sekaligus disertai dengan risiko kerja yang sangat besar. Oleh karena itu, “ kesadaran” dokter itu sendiri juga memiliki arti yang sangat penting guna menciptakan dokter yang berkualitas dan pada akhirnya menghindarkan kita dari malpraktek.

"akhir kata..........belajar lagi NYOOOOk!!!"

malpraktek oh malpraktek

Maraknya kasus Malpraktek dokter akhir-akhir ini memang banyak menjadi sorotan. Dokter sebagai aktor utama dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, ternyata masih memiliki kekurangan dalam melaksanakan tugasnya. Kekurangan tersebut terkadang menciptakan suatu kelalaian, sehingga menimbulkan kasus malpraktek.

Malpraktek adalah suatu keadaan dimana tatalaksana suatu kasus penyakit tidak dilaksanakan sesuai standar prosedur yang telah ditetapkan. Menurut saya, ada dua faktor penting yang dapat menciptakan malpraktek dalam dunia medis. Faktor yang pertama adalah Sumber Daya Manusia, dan faktor yang kedua adalah Eksistensi Universitas dalam menciptakan dokter yang berkualitas.

Faktor sumber daya manusia memiliki pengaruh yang sangat besar dalam terjadinya kasus malpraktek. Kompetensi, adalah sesuatu yang perlu disorot dan diperhatikan dalam mencegah terjadinya kasus malpraktek . Dengan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, tentunya kompetensi akan meningkat dengan sendirinya. Atas dasar alasan tersebut, diperlukan suatu standar kompetensi berkala yang akan menilai dokter tersebut masih layak berpraktek atau tidak.

Universitas berfungsi sebagai wadah pencetak dokter-dokter yang berkualitas. Kompetensi Universitas, tentu sangat tergantung dari elemen di dalamnya, seperti kualitas pengajar, standar pembelajaran sampai pada fasilitas yang dapat diberikan oleh Universitas tersebut. Standarisasi Universitas tentunya harus dilakukan secara objektif dan berkala, sehingga dapat menciptakan kulitas nomor satu untuk wadah ini.

Dokter adalah profesi yang penuh dengan amanah, karena pasien yang datang kepada kita, tentu berharap untuk sembuh, sehingga membawa profesi ini ke status sosial yang sangat tinggi di masyarakat, sekaligus disertai dengan risiko kerja yang sangat besar. Oleh karena itu, “ kesadaran” dokter itu sendiri juga memiliki arti yang sangat penting guna menciptakan dokter yang berkualitas dan pada akhirnya menghindarkan kita dari malpraktek.

"akhir kata............wahai para temen sejawat....mari kita belajar lagi....supaya g kena malpraktek!!! khekhekhe............."